Rabu, 28 Mei 2008

KALIMAT TANPA SUBYEK

Bila Anda menerima surat undangan pesta perkawinan, Anda mungkin menjumpai kalimat yang berbunyi sebagai berikut:

Merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami apabila Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut.

Boleh jadi, Anda mengira kalimat tadi biasa-biasa saja, tidak bermasalah, apalagi hampir semua surat undangan pesta perkawinan yang Anda terima memuat kalimat seperti itu. Jika pendapat Anda demikian, Anda telah terkecoh oleh kalimat tersebut. Masalahnya, kalimat tersebut bermasalah karena tidak bersubyek.

Kalau kalimat di atas kita analisis, hasilnya:

Merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami / apabila

P

Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut.

K

Jelaslah subyek (S) kalimat itu tidak ada. Secara semantik, kalimat tadi teruji dengan pertanyaan “Apa yang merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami?” Jawabannya , “Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut”. Karena jawabannya tanpa apabila, penggunaan apabila tidak benar. Kesalahan itu dikuatkan oleh analisis struktural yang lain. Misalnya, kalimat tersebut kita tata kembali sehingga terbentuk kalimat sebagai berikut:

Apabila Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut/merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami.

Dari penataan kembali (permutasi) itu tampak jelas kejanggalan tadi. Agar kalimat tersebut berterima, kata sambung apabila ganti dengan bahwa sehingga hasilnya:

Merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami / bahwa

P

Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut.

S

Permutasinya:

Bahwa Bapak/Ibu/Saudara hadir pada resepsi tersebut /

S

Merupakan kebahagiaan dan kehormatan bagi kami.

P

Dalam makalah atau karya tulis yang lain sering terdapat pola kalimat yang berbunyi:

(2) Tidak mengherankan apabila mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan.

Seperti kalimat (1), kalimat (2) itu pun tidak benar sebab tidak bersubyek. Kejanggalan makin terlihat kalau kalimat tadi kita tata kembali. Perhatikan penataan kembali (permutasi) kalimat di bawah ini!

Apabila mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan,

K

tidak mengherankan.

P

Secara semantis, kita dapat bertanya, “Apa yang tidak mengherankan?”. Dari jawaban itu sekali lagi terbukti penggunaan apaila tidak tepat. Karena itu, apabila perlu kita ganti dengan bahwa sehingga kalimat (2) berbunyi seperti di bawah ini.

Tidak mengherankan / bahwa mutu pendidikan di Indonesia kurang

P S

menggembirakan.

Permutasinya:

Bahwa mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan

S

/ tidak mengherankan.

P

Kesalahan yang sama tampak pada kalimatdi bawah ini:

(3) Wajar kalau nilai Yen merosot.

Permutasinya:

Kalau nilai Yen merosot / wajar.

K P

Bandingkan kalimat tersebut dengan kalimat berikut

Bahwa nilai Yen merosot / wajar.

S P

Jelaslah penggantian kalau dengan bahwa menghasilkan kalimat yang benar, yang rasional karena bersubyek. Dengan penggantian kalau dengan bahwa, kalimat yang semula berpola P + K atau K + P menjadi P + S atau S + P.

Agar Anda menguasai pola kalimat yang tidak baku itu, di bawah ini disajikan beberapa kalimat yang perlu Anda cermati.

(4) Tidak benar jika ada upaya menyingkirkan Muhammadiyah.

(5) Bohong besar bila masyarakat sepak bola tidak kecewa atas prestasi PSSI di Kualalumpur baru-baru ini.

(6) Pantas kalau harga barang-barang melonjak.

(7) Salah apabila langgam Jawa tidak mengenal kritik.

Tentu saja, penggantian jika, bila, kalau, dan apabila dengan bahwa menghasilkan kalimat yang baku.

Dari pengamatan terbukti pola kalimat yang tidak benar itu tidak sedikit jumlahnya. Boleh dikatakan, pola kalimat P + K atau K + P merupakan salah satu ciri kalimat yang tidak baku. Dibawah ini data lain.

(8) Menjadi kewajiban kita untuk membayar pajak.

(9) Adalah sulit untuk memecahkan masalah itu.

(10) Dengan masuknya listrik ke desa berarti kesejahteraan masyarakat desa meningkat.

(11) Sebagai generasi penerus harus tanggap terhadap kesenjangan sosial.

(12) Diharapkan agar Pemilihan Umum 1997 berlangsung jujur dan adil.

(13) Suatu kesalahan besar untuk meremehkan bahasa daerah.

(14) Bagaimana dengan studi Anda?

(15) Tidak demikian dengan negara-negara berkembang.

Semua pola kalimat di atas berpola P + K kecuali kalimat (10) dan (11) yang berpola K + P. karena kalimat-kalimat di atas tidak bersubyek, Anda perlu menyuntingnya sehingga bersuyek. Suntingan Anda benar bila sama dengan kalimat-kalimat di bawah ini.

(8) Menjadi kewajiban kita / membayar pajak.

P S

Membayar pajak / menjadi kewajiban kita.

S P

(9) Sulit / memecahkan masalah itu.

P S

Memecahkan masalah itu / sulit.

S P

(10) Dengan masuknya listrik ke desa / kesejahteraan masyarakat desa /

K S

meningkat.

P

Masuknya listrik ke desa / berarti kesejahteraan masyarakat desa

S

meningkat.

P

(11) Sebagai generasi penerus / generasi muda / harus tanggap terhadap

K S

kesenjangan sosial.

P

(12) Diharapkan / Pemilihan Umum 1997 / berlangsung jujur adil.

P S P

(13) Suatu kesalahan besar / meremehkan bahasa daerah.

P S

Meremehkan bahasa daerah / suatu kesalahan besar.

S P

(14) Bagaimana / studi Anda?

P S

Studi Anda / bagaimana?

S P

(15) Tidak demikian / negara-negara berkembang.

P S

Negara-negara berkembang / tidak demikian.

S P

Itulah beberapa contoh kalimat yang tidak bersubyek. Masih banyak yang lain. Dari segi nalar (logika), kalimat-kalimat tersebut rancu (kontaminatif). Setidaknya, pikiran yang terkandung dalam kalimat-kalimat terseut kurang jernih. Kalau kalimat-kalimat itu terdapat pada bahasa lisan atau ditulis oleh orang awam, itu wajar, itu biasa-biasa saja. Namun masalahnya menjadi serius dan memilukan karena kalimat-kalimat yang tidak baku itu menghiasi juga karya tulis resmi dan karya tulis ilmiah.

Sebagai penutup, bagaimana pendapat Anda tentang kalimat di bawah ini?

(16) Laporkan bila sopir ngebut!

(17) Diumumkan kepada para mahasiswa untuk segera mengambil KRS.

Tidak ada komentar: